BAB UTANG PIUTANG JANGAN MATI SEBELUM UTANG MU LUNAS









SEBESAR APAPUN DAN SEBANYAK APAPUN PAHALA MU, JIKA KAU MATI' SEDANGKAN DIRI MU MENINGGAL UTANG SATU DIRHAM MAKA AKAN JADI PENGHALANG MU MASUK SORGA MAKA UTANG PIUTANG PERLU DI CATAT ATAU DI KASIH TAHU KELUARGA DAN AHLI WARIS

Karena pernah seorang sahabat mendatangi Nabi saw dan bertanya pada nabi saw  apakah diri ku akan masuk syurga, ya rosullullah jika aku berperang kemudian aku mati syahid

lalu nabi saw menjawab'' YA''
Lalu orang pergi kemudian setelah 7 langkah orang itu berjalan nabi saw memangil nya kembali dan bertanya apakah kau mempunyai utang, lalau dia menjawab ya, satu dirham
maka nabi saw bersabda:

tidak masuk syurga dirimu walau sekalipun engkau mati syahid jika kau menanggung hutang satu diRham 

 Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapan para Shahabat dan berbicara kepada mereka bahwa jihad di jalan Allâh Azza wa Jalla dan iman kepada Allâh Azza wa Jalla adalah amal yang paling utama. Lalu seorang laki-laki berdiri dan berkata :

يَا رَسُولَ اللّٰـهِ ! أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِـيْ سَبِيْلِ اللّٰـهِ تُكَفَّرُ عَنّـِيْ خَطَايَايَ ؟ فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( نَعَمْ إِنْ قُتِلْتَ فِـيْ سَبِيْلِ اللّٰـهِ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُـحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ )) ، ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( كَيْفَ قُلْتَ ؟ )) قَالَ : أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِـيْ سَبِيْلِ اللّٰـهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّي خَطَايَايَ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللّٰـهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( نَعَمْ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُـحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ ، إِلَّا الدَّيْنَ ، فَإِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ لِـيْ ذٰلِكَ )).

Wahai Rasûlullâh! Bagaimana menurutmu jika aku gugur di jalan Allâh, apakah dosa-dosaku akan terhapus?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur di jalan Allâh dalam keadaan sabar dan mengharapkan pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri.” Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Apa yang engkau katakan tadi?” ia mengulanginya, “Bagaimana menurutmu jika aku gugur di jalan Allâh, apakah dosa-dosaku akan terhapus?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur di jalan Allâh dalam keadaan engkau sabar dan mengharapkan pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri, kecuali utang, karena itulah yang disampaikan Malaikat Jibril kepadaku tadi.

Dari Muhammad bin Jahsy Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada suatu hari kami duduk bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallamsedang menguburkan jenazah. Beliau menengadahkan kepala ke langit kemudian menepukkan dahi beliau dengan telapak tangan sambil bersabda :

(( سُبْحَانَ اللّٰـهِ ، مَاذَا نُزِّلَ مِنَ التَّشْدِيدِ ؟ )) فَسَكَتْنَا وَفَزِعْنَا ، فَلَمَّـا كَانَ مِنَ الْغَدِ سَأَلْتُهُ : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! مَا هٰذَا التَّشْدِيْدُ الَّذِيْ نُزِّلَ ؟ فَقَالَ : (( وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ ، لَوْ أَنَّ رَجُلًا قُتِلَ فِـيْ سَبِيْلِ اللّٰـهِ ثُمَّ أُحْيِيَ ثُمَّ قُتِلَ ثُمَّ أُحْيِيَ ثُمَّ قُتِلَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْـجَنَّـةَ حَتَّىٰ يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ )).

‘SUBHÂNALLÂH, betapa berat ancaman yang diturunkan.’ Kami diam saja namun sesungguhnya kami terkejut. Keesokan harinya aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasûlullâh! Ancaman berat apakah yang turun?’ Beliau menjawab, ‘Demi Allâh yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seorang laki-laki terbunuh fii sabiilillaah kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia mempunyai utang, maka ia tidak akan masuk surga hingga ia melunasi utangnya.’” 



Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيْدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

Orang yang mati syahid diampuni seluruh dosanya, kecuali utang,
Dari Samurah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menguburkan jenazah. Beliau bersabda :

(( أَهَا هُنَا مِنْ بَنِي فُلَانٍ أَحَدٌ ؟ ثَلَاثًا ، فَقَامَ رَجُلٌ ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( مَا مَنَعَكَ فِـي الْـمَرَّتَيْنِ الْأُوْلَيَيْنِ

 أَنْ لَا تَكُوْنَ أَجَبْتَنِيْ ؟ أَمَا إِنِّـيْ لَـمْ أُنَوِّهْ بِكَ إِلَّا بِخَيْرٍ ، إِنَّ فُلَانًا لِرَجُلٍ مِنْهُمْ مَاتَ مَأْسُورًا بِدَيْنِهِ )).

“Adakah seseorang dari Bani Fulan di sini?’ Beliau mengulanginya tiga kali. Lalu berdirilah seorang laki-laki. Rasûlullâh bertanya kepadanya, ‘Apa yang menghalangimu untuk menjawab seruanku pada kali yang pertama dan kedua ? Adapun aku tidak menyebutkan sesuatu kepadamu melainkan kebaikan. Sesungguhnya fulan -seorang laki-laki dari kalangan mereka yang sudah mati- tertawan (tertahan) karena utangnya.’”



Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu anhu bahwa ia mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

(( لَا تُـخِيْفُوْا أَنْفُسَكُمْ بَعْدَ أَمْنِهَا )) ، قَالُوْا : وَمَا ذَاكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : (( الدَّيْنُ )).

Janganlah kalian membahayakan diri kalian setelah mendapatkan keamanan!” mereka bertanya, “Bagaimana itu wahai Rasûlullâh?” Beliau menjawab, “Yaitu dengan utang.”

Dari Tsauban Radhiyallahu anhu, maula (bekas budak) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallambahwa beliau Shaallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ فَارَقَ الرُّوْحُ الْـجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ : اَلْكِبْرِ ، وَالْغُلُوْلِ ، وَالدَّيْنِ دَخَلَ الْـجَنَّةَ.

Apabila ruh telah berpisah dari jasad (meninggal dunia), sedang ia terbebas dari tiga perkara: kesombongan, ghulul (korupsi)[10], dan utang niscaya ia masuk surga,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ تُوُفِّـيَ رَجُلٌ ، فَغَسَّلْنَاهُ وَحَنَّطْنَاهُ وَكَفَّنَّاهُ ، ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُوْلَ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَيْهِ ، فَقُلْنَا : تُصَلِّي عَلَيْهِ ؟ فَخَطَا خُطًى ، ثُمَّ قَالَ : أَعَلَيْهِ دَيْنٌ ؟ قُلْنَا : دِينَارَانِ ، فَانْصَرَفَ فَتَحَمَّلَهُمَـا أَبُوْ قَتَادَةَ ، فَأَتَيْنَاهُ ، فَقَالَ أَبُوْ قَتَادَةَ : الدِّيْنَارَانِ

 عَلَيَّ ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( أُحِقَّ الْغَرِيْمُ وَبَرِئَ مِنْهُمَـا الْـمَيِّتُ ؟ )) قَالَ : نَعَمْ ، فَصَلَّى عَلَيْهِ. ثُمَّ قَالَ بَعْدَ ذٰلِكَ بِيَوْمٍ : (( مَا فَعَلَ الدِّينَارَانِ ؟ )) فَقَالَ : إِنَّمَـا مَاتَ أَمْسِ ، قَالَ : فَعَادَ إِلَيْهِ مِنَ الْغَدِ ، فَقَالَ : لَقَدْ قَضَيْتُهُمَـا ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( الْآنَ بَرَدَتْ عَلَيْهِ جِلْدُهُ ))

Dari Jabir Radhiyallahu anhu ia berkata, “Seorang laki-laki meninggal dunia dan kami pun memandikan jenazahnya, lalu kami mengkafaninya dan memberinya wangi-wangian. Kemudian kami datang membawa mayit itu kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami berkata, ‘Shalatkanlah jenazah ini.’ Beliau melangkahkan kakinya, lalu bertanya, ‘Apakah dia mempunyai tanggungan utang?’ kami menjawab, ‘Dua dinar.’ Lalu beliau pergi. Abu Qatadah kemudian menanggung utangnya, kemudian kami datang kepada beliau lagi, kemudian Abu Qatadah berkata, ‘Dua dinarnya saya tanggung.” Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kamu betul akan menanggungnya sehingga mayit itu terlepas darinya? Dia menjawab, ‘Ya.’ Maka Rasûlullâh pun menshalatinya. Kemudian setelah hari itu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah yang telah dilakukan oleh dua dinar tersebut?’ Maka Abu Qatadah berkata, “Sesungguhnya ia baru meninggal kemarin.’” Jabir berkata, ‘Maka Rasûlullâh mengulangi pertanyaan itu kesokan harinya. Maka Abu Qatadah berkata, ‘Aku telah melunasinya wahai Rasûlullâh!’ maka Rasûlullâh bersabda, ‘Sekarang barulah dingin kulitnya!’

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ ، فَلَيْسَ ثَمَّ دِيْنَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ ، وَلٰكِنَّهَا الْـحَسَنَاتُ وَالسَّيِّئَاتُ

Barangsiapa meninggal dunia sedangkan ia masih memiliki tanggungan utang, sedang di sana tidak ada dinar dan tidak juga dirham, akan tetapi yang ada hanya kebaikan dan kejelekan,

Hadits-hadits di atas merupakan ancaman bagi orang yang berutang dan tidak membayar atau tidak melunasi utangnya.

ADAB-ADAB ORANG YANG BERUTANG 

 Harus meluruskan niat dan tujuannya dalam berutang
Tidak berutang kecuali dalam kondisi daruraT
.Wajib berniat melunasi utangnya
.
Dari Shuhaib bin al-Khair Radhiyallahu anhu, dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallambeliau bersabda :

أَيُّمَـا رَجُلٍ تَدَيَّنَ دَيْنًا وَهُوَ مُـجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللّٰـهَ سَارِقًا

Siapa saja yang berutang, sedang ia berniat tidak melunasi utangnya maka ia akan bertemu Allâh sebagai seorang pencuri.”


 Wajib memenuhi janji dan berkata jujur, serta berlaku baik kepada orang yang meminjamkan uang atau barang kepada kita.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

ۚ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
Dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” [al-Isrâ’/: 34 

]Wajib membayar utang tepat waktu dan tidak menunda-nundanya

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَطْلُ الْـغَنِيِّ ظُلْمٌ

Menunda-nunda (pembayaran utang) dari orang yang mampu adalah kezhaliman.


Memberi kabar kepada orang yang memberi hutang jika belum mampu membayar.
Harus berusaha keras mencari jalan keluar untuk segera melunasi utangnya.
Mendo’akan kebaikan untuk orang yang telah meminjamkan sesuatu kepada kita dan berterima kasih kepadanya.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوْفًا فَكَافِئُوْهُ ، فَإِنْ لَـمْ تَـجِدُوْا مَا تُكَافِئُوْنَهُ ؛ فَادْعُوْا لَهُ حَتَّىٰ تَرَوْا أَنَّـكُمْ قَدْ كَافَأْتُـمُوْه

ُ

Barangsiapa telah berbuat kebaikan kepadamu, balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak mendapati apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdo’alah untuknya hingga engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya.[16]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika membayar dan melunasi utang, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kebaikan dan barakah kepada orang yang meminjamkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ketika membayar utang, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa:

بَارَكَ اللهُ لَكَ فِـيْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ ، إِنَّمَـا جَزَاءُ السَّلَفِ الْـحَمْدُ وَالْوَفَاءُ

Semoga Allâh memberikan keberkahan kepadamu dan pada keluarga dan hartamu. Sesungguhnya balasan salaf (pinjaman) itu adalah pelunasan (dengan sempurna) dan pujian ,


 Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berdo’a agar telindung dari utang. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallamberdo’a dalam shalatnya:

اَللّٰهُمَّ إِنِّـيْ أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْـمَسِيحِ الدَّجَّالِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْـمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْـمَمَـاتِ ، اَللّٰهُمَّ إِنِّـيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْـمَأْثَمِ وَالْـمَغْرَمِ

Ya Allâh sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, aku berlindung kepadamu dari fitnah al-Masih ad-Dajjal, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah hidup dan fitnah mati. Ya Allâh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan utang

10.ANACAMAN BAGI PENGHUTANG

Berikut ini adalah hadist-hadist tentang berhutang : 

(1) Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul (khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah no. 2412)

(2) Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414)

(3) Nabi SAW bersabda, “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078)

(4) Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410)

(5) Masih Ada Hutang, Enggan Disholati 
Dari Salamah bin Al Akwa’ RA, beliau berkata: Kami duduk di sisi SAW. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau SAW menyolati jenazah tersebut. 
Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut. 
Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289) 

(6) Rasulullah SAW bersabda, “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim no. 1886) 



(7) Nabi SAW biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam): ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).” Lalu ada yang berkata kepada beliau SAW, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah hutang?” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397) 

(8)Adapun hutang yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung darinya adalah tiga bentuk hutang
[A] Hutang yang dibelanjakan untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah dan dia tidak memiliki jalan keluar untuk melunasi hutang tersebut. 
[B] Berhutang bukan pada hal yang terlarang, namun dia tidak memiliki cara untuk melunasinya. Orang seperti ini sama saja menghancurkan harta saudaranya
[C] Berhutang namun dia berniat tidak akan melunasinya. Orang seperti ini berarti telah bermaksiat kepada Rabbnya. 

Rasulullah SAW bersabda, “Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 2400.

(9) Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang paling di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Bukhari no. 2393)

(10) Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah juga akan menghancurkan dirinya.” (HR. Bukhari no. 18 dan Ibnu Majah no. 2411

Ya Allah, lindungilah kami dari berbuat dosa dan beratnya hutang, mudahkanlah kami untuk melunasinya.


 1. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam enggan menyalatkan jenazah orang yang berutang
Suatu ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendatangi jenazah seorang laki-laki untuk dishalatkan, maka beliau bersabda, "Shalatkanlah teman kalian, karena sesungguhnya dia memiliki utang." Dalam riwayat lain disebutkan, "Apakah teman kalian ini memiliki utang?" Mereka menjawab, "Ya, dua dinar." Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mundur seraya bersabda, "Shalatkanlah teman kalian!" Lalu Abu Qatadah berkata, "Utangnya menjadi tanggunganku". Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Penuhilah (janjimu)!" Lalu beliau kemudian menyalatkannya." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).

2. Jiwa orang berutang terkatung-katun
g
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

"Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung karena utangnya, sampai ia dibayarkan." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).

Al Imam Ash-Shan’ani rahimahullah berkata, “Jika hutang yang dimaksud di sini adalah hutang yang didapatkan dengan keridhaan dari pemilik/peminjamnya, lalu bagaimana dengan harta yang didapatkan dengan mengambil tanpa izin, merampas atau dengan merampok?”

3. Dosa utang para syuhada pun tidak diampuni
Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

"Semua dosa orang yang mati syahid diampuni, kecuali utang." (HR. Muslim).

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Demi jiwaku yang berada di Tangan-Nya! Seandainya ada seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian ia dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi, kemudian dihidupkan lagi dan terbunuh lagi, sedang ia memiliki utang, sungguh ia tidak akan masuk surga sampai utangnya dibayarkan." (HR. An-Nasa’i, hadits hasan).

Bayangkan, para syuhada orang-orang yang mati syahid dalam jihad fi sabilillah yang diampuni dosa-dosanya sejak tetes darah pertama mereka, ternyata tidak menjadikan mereka aman dari dosa utang. Lalu bagaimana dengan kita yang belum tentu meninggal sebagai seorang syuhada?

Jangan Berutang Kecuali karena Terpaksa
Pada kenyataannya, banyak orang yang berutang untuk bisa merayakan lebaran layaknya orang kaya, untuk bisa menyelenggarakan pesta pernikahan dengan mewah, untuk bisa memiliki gaya hidup modern, misalnya dengan kredit mobil, rumah mewah, perabotan-perabotam mahal dan sebagainya. Dan yang lebih ironi lagi, ada yang sampai berutang hanya untuk acara selamatan keluarganya yang meninggal karena malu kepada para tetangga jika tidak mengadakannya, atau jika makanannya terlalu sederhana.

Aisyah radhiyallahu ‘anha—berkata, "Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tempo dan beliau memberi jaminan baju besi kepadanya." (HR. Al-Bukhari).

Ibnul Munir berkata, "Seandainya beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika itu memiliki uang kontan, tentu beliau tidak mengakhirkan pembayarannya." (Fathul Bari, 5/53).

Bertakwalah kepada Allah Sebelum dan Ketika Berutang
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya, 
"Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah maka akan diberikan kemudahan urusannya." (QS. Ath-Thalaq: 4).

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيْدُ إِثْلاَفَهَا أَثْلَفَهُ اللهُ

"Barangsiapa mengambil harta orang (berutang), dan ia ingin membayarnya, niscaya Allah akan menunaikannya. Dan barangsiapa berutang dengan niat menghilangkannya (tidak membayarnya), niscaya Allah membuatnya binasa." (HR. Al-Bukhari).

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Siapa yang meminjam dan sengaja untuk tidak membayarnya, niscaya ia menemui Allah dalam keadaan sebagai pencuri." (HR. Ibnu Majah).

Jangan Termakan oleh Paham yang Menyesatkan
Sebagian orang ada yang berpendapat, orang yang tidak memiliki utang adalah orang yang diragukan kejantanannya. Bahkan mereka mengolok-olok kawannya yang memiliki utang sedikit.

Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, berkata, "Tidak diragukan lagi, ini adalah keliru. Bahkan hina tidaknya seseorang tergantung pada utangnya. Siapa yang tidak memiliki utang maka dia adalah orang mulia dan siapa yang memiliki utang maka dialah orang yang hina. Karena sewaktu-waktu orang yang mengutanginya bisa menuntut dan memenjarakannya. Ia adalah orang yang sakit dan menginginkan semua orang sakit seperti dirinya. Karena itu, orang yang berakal tidak perlu mempedulikannya."

Berlindung kepada Allah dari Tidak Bisa Membayar Utang
Rasululah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa memperbanyak do’a,

}اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسْلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ{

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat pengecut dan bakhil serta dari tidak mampu membayar utang dan dari penguasaan orang lain." (HR. Bukhari).

Dari Aisyah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam shalatnya berdo’a, "Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari dosa dan utang." Maka seseorang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, betapa sering engkau berlindung dari utang? Maka beliau menjawab, ‘Sesungguhnya bila seseorang itu berutang akan berdusta dan berjanji tetapi ia pungkiri." (Fathul Bari, 5/61).

Jangan Membebani Diri Melebihi Kemampuan
Sebagian orang ada yang memaksakan diri, misalnya pergi haji dengan menjual rumah atau sawah tempat penghasilannya sehari-hari, sehingga sekembali dari haji ia menjadi orang yang terlunta-lunta dan sengsara. Padahal Allah berfirman, artinya, "Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya." (QS. Al-Baqarah: 286).

Bahkan dalam masalah haji, secara khusus Allah Subhaanahu Wata’aala berfirman, artinya, "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu atas orang-orang yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali Imran: 97).

Mempertimbangkan Untung-Rugi Sebelum Berusaha
Sebagian orang begitu melihat kawannya sukses dengan usaha tertentu serta merta ia terjun di bidang yang sama. Tidak diragukan lagi bahwa semua ada dalam taqdir Allah, tetapi membuka usaha tanpa pertimbangan matang adalah salah satu sebab kerugian dan terjerat utang.

Menyikapi para Pengutang
Jangan risih untuk menagih piutang Anda. Sebab bisa jadi orang yang berutang tersebut lupa untuk membayarnya. Atau dia mampu untuk melunasi utangnya, namun terus menunda pembayarannya. Maka orang tersebut seperti yang digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

"Penundaan seorang yang mampu adalah kezaliman." (HR. Jama’ah).

Mungkin Anda sangat butuh uang tersebut, tapi muncul pula perasaan tidak enak untuk menagih karena dia adalah teman dekat Anda. Namun syariat ini tidak dibangun di atas perasaan-perasaan. Menyikapi hal ini, kita perlu mengingat sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا

“Tolonglah saudaramu, yang zhalim maupun yang terzhalimi.” (HR. Bukhari).

Menunda pelunasan utang padahal dia mampu, adalah kezhaliman. Maka dengan mengingatkan utangnya, berarti Anda telah membantu saudara Anda untuk meninggalkan kezhaliman.
Orang yang mampu, yang memperlambat penunaian hak yang menjadi kewajibannya haruslah dihukum. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

"Penundaan orang yang sudah berpunya (mampu membayar) menghalalkan harga dirinya dan menghalalkan penimpaan hukuman kepadanya." (HR. Bukhari secara mu’allaq, dinyatakan hasan oleh Al Albani).

Tapi, jika ternyata orang yang Anda beri pinjaman betul-betul tidak memiliki kemampuan untuk membayar, maka Anda pun perlu merenungkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, "Barangsiapa meringankan utang orang yang berutang atau membebaskannya maka ia berada di bawah naungan ‘Arsy pada hari Kiamat." (HR. Muslim).

Utang adalah kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Karenanya, banyak orang menyembunyikan diri dari pandangan manusia karena takut bertemu dengan orang yang mengutanginya.

RANO ALMADY AL-KUNDI





Komentar

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR TANPA GURU' GURUNYA SYAITHAN

ANAK MENINGGAL SEBELUM BALIGH DAN KE IKHLASAN ORG TUA NYA

''HARAM KAH PERMAIN GAPLE,REMI CATUR DAN SEJENIS MEREKA''