JANGAN MUDAH MEMBID'AH AMALAN ORANG LAIN
JANGAN MUDAH MEMBID'AH-BID'AH KAN ORANG LAIN KARNA MENUDUH ORANG LAIN DG TUDUH YG TIDAK LAYAK MAKA ADALAH SEBUAH FITNAH
APA ITU BID'AH......
BID'AH DI AMBIL DARI KATA BIDA' YG ARTINYA MENGADA-NGADA SESUATU PEKERJAAN AMALAN YG TIDAK ADA CONTOHNYA,
HABIB USMAN BIN YAHYA DIDALAM KITAB MINHAJUL ISTIQOMAHNYA
MENYEBUT BID'AH ITU ADALAH PEKERJAAN,
1).Bahwa menunjukan bid'ah itu terbagi, dan tergantung nilai perbuatannya, dan nilai nilai niat nya,
misalnya sebuah perkerjaan di dalam agama yg tidak keluar dari batas-batas syari'at agama dan berniat bertujuan baik maka bisa di katakan bid'ah hasanah( mahmudah) terpuji ,baik
2).dan jika sebuah pekerjaan mirip dg syari'at agama tapi lebih mencolok keluar syari'at dan niat udah bercampur urusan dunia maka jelas menjadi bid'ah Sayyi’ah(madzmumah) buruk tercela,
CONTOH BID'AH(pekerjaan tadi) BISA DIA MASUK KEPADA KELUARGA SUNNAH DAN BISA MASUK KEPADA KELUARGA HARAM
1.misalnya seseorang mengajak tetangga nya kerabat temannya datang kerumah nya lalu dia menyalami satu persatu dan mengjak org2 tersebut berdoa sholawat zikir yg di tujukan doa kepada org tuanya yg tlah meninggal dg niat yg baik dan amalan nya pun baik( niatnya berdoa untuk arwah org tuanya, amalannya doa2 zikir dan sholawat) kemidian menyuguhkan makanan kepada kerabatnya tamu nya,maka niat dan amalan tidak melanggar kebaikan niat dan amalannya masih dalam syari'at islam,masuk dalam bid'ah yg baik meniru-niru sunnah dan tidak menyalahkan amal dan niatnya,,
dan misalnya ada seseorang si anu digit kalajengking terus mendatangi si ana seorang ahli ibadah yg baik agamanya dan meminta doa pada si ana dan kemudian si ana membaca doa pada media tertentu seperti air, garam, buah2an dan lainnya dg doa dari ayat allah alfatiha zikr, sholawat dll, kenapa si anu tidak membaca sendiri, karna dia beranggapan si ana org rajin beribadah yg agama baik dia beranggapan bahwa si ana lebih cepat terkabul doa daripada dia,dan misal si ana mensyarat untuk minum air nya selama 3x apakah ini bid'ah si anu datang dg niat minta doa kan dg anggapannya org tho'at beribadah yg agamanya baik lebih cepat terkabul doanya sendiri, dan si ana mendoa kan dg nama allah dg sebuah media yg mungkin dari media itu sendiri sudah terkandung obat lalu ia menyarat demikian mungkin media tadi tidak boleh di komsusi terlalu banyak misalnya, kalau begitu dokter pergi ke dokter aja bid'ah dong, apa kah org yg datang kedokter karna allah kadang2 tidak pasti berpikir obat dokter ini lah yg manjur
2.misalnya seorang berpuasa tapi niat minta ajian rengkah gunung berpuasa minta ajian itu ajian ini,
bearti ia telah menyandarkan syari'at agama pada hal-hal urusan dunia dg niat untuk dunia, dg hal yg tidak pernah ada dalilnya dan caranyapun menyimpang jauh dari hal-hal kebaikan jelas dalam hal ini salah niat salah walaupun puasa nya tidak tapi salah tapi niatnya bearti telah merubah-rubah amalan yg baik kedalam niat yg tidak baik walaupun seperti melakukan kebaikan kalau tujuannya keburuk tetap fatal ibarat uang mencuri di sedekah gagal amal nya,,.
Misal ada seseorang melakukan zikir jam satu di baca subhannallah,kemudian jam dua dia baca alhamdulillah dan seterus padahal tidak dalil yg menyruh membaca ini jam ini membaca itu jam itu,
amal yg dibaca nyaitu baik jam yg di buat nya sendiri, tapi dia berniat memuja allah mengingat allah disetiap jam saat jam nya dg baca2an tertentu apa kah ini salah padahal dia ngada2 sendiri
Rasulullah bersabda :
مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ (رواه مسلم)
“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya,,
bearti tiada salah melaku zikir2 yg saya sebutkan tadi
Memang hadits ini umum ,dan turun nya ketika salah seorang sahabat mendahului sahabta lain untuk berdekah, dan sebagian pendapat hadits ini digunakan untuk melakukan kebaikan sesuai yg telah di tuntun kan,bagi orang2 yg membantah pada poin satu tadi kata nya bukan amal baru di buat2
apakah berdoa bersama bezikir bershalawat itu hal baru tentu saja bukan apa kah hitung hari ha baru ya, tapi di dalam hitungan hari org berdoa zikir sholawat, tapi cara itu pula mereka bahas mari kita masuk ke poin satu tadi jika amal nya baik niat baik tujuan nya baik sesuai syariat agama qur'an hadist ijma, maka masuk dalam katagori bid'ah hasanah, mah mudah, bisa2 menjadi sebuag sunnah
kalau soal waktu nya kita yg tentukan apa misal nya berkunjung silaturahmi harus ada waktu2 tertentu apa sedekah pada fakir miskin ada waktu-waktu tertentu tentu tidak, terserah kita mau pagi mau sore jam segini segitu, waktu yg tidak boleh di buat adalah waktu yg telah ditentukan seperti sholat ada waktu tertentunya seperti puasa romadhon ada bulan waktu nya tertentu, hal -hal yg telah ditentukan memang tidak boleh dirubah,,
Maka dari itu jangan saling membid'ahkan,,
BERBEDA Didalam furu'uddin itu boleh asal ada dalil yg bisa di pertanggung jawabkan secara syar'i
Berbeda di dalam ushuluddin tidak boleh karna sipatnya prinsip dan mendasar maka wajib sepakat kerna kalau tidak akn mengantarkan pada kesesatan,,
DASAR-DASAR YG MEREKA PAKAI UNTUK MEMBID'AH SESUATU GOLONGAN ADALAH
telah disebutkan menunjukkan bid’ah tidak lain merupakan perbuatan yang bertujuan menandingi syari’at. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al Maaidah [5]: 3)
Maka tidak perlu lagi bagi seseorang untuk membuat cara baru dalam agama atau mencari ibadah-ibadah lain yang itu adalah kesia-siaan. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
منْ عمِل عملا ليس عليه اَمرنا فهو ردّ
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس مِنه فهوردٌّ
“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada sumbernya maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
و شرّ الأمور محدثاتها، و كلَّ محدثة بدعة
“Dan seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang diada-adakan adalah bid’ah.” (HR. Muslim no. 867)
Dan sabda nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
قإنّ كلَّ محدثة بدعة و كلّ بدعة ضلالة
“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud,
DAN KITA BAHAS TENTANG PENANGGAPAN DI ATAS
Sebagian orang mengambil dalil yang bersifat umum dalam metetapkan hukum bid'ah, seperti menggunakan hadits siatas dan di bawah ini:
عَنْ أم المؤمنين عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
[متفق عليه]
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Dari Ummul Mukminin, Ummu Abdullah, Aisyah r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam agama kami ini maka akan ditolak."
[Disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim]
Dalam riwayat yang lain oleh Imam Muslim: "Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak mempunyai dasar dalam agama kami, akan ditolak"
Dalil lain menyebutkan :
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ كُلُّ ضَلاَلةٍ فِى النَّارِ (ص. مسلم و النسائي )
“Tiap-tiap bid’ah itu sesat dan tiap-tiap kesesatan itu (tempatnya) neraka”
Makna dari dalil-dalil tersebut bersifat umum (Al-'Aam). Jika langsung diterapkan maka bid'ah tersebut menjadi tanpa batas. Padahal dalam penetapan hukum selalu dengan batasan-batasan, syarat-syarat, 'illat hukum dsb. Dalil yang bermakna umum tersebut perlu dirinci dengan ijtihad, penggunaan metode syari'ah yang komperhensif sehingga mencapai maqoshidul ahkam.
Status hadits-hadits tersebut tidak ada yang mendho'ifkannya
PERBEDAAN IJTIHAD:
Tidak adanya ketegasan dari Allah dan Rasulullah tentang apa yang dimaksud dengan bid’ah itu.
Andaikata Rasulullah memberikannya contoh, seperti : “ Termasuk perkara bid’ah bila seseorang membaca surat Yasin hanya di malam jum’at saja” atau “ Siapa yang shalat tarawih melebihi sebelas rakaat adalah bid’ah”, maka akan mudah bagi kita menggolongkan mana yang perkara bid’ah dan mana yang tidak bid’ah.
Ada pun dua golongan tersebut adalah :
GOLONGAN PERTAMA:
Memahami hadits tersebut secara mutlak, bahwa setiap perkara baru yang tidak ada diajarkan/
GOLONGAN KEDUA:
Memahami bahwa bid’ah itu terbagi dua, yakni bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyiah (sesat).
Saya memahami perkara bid’ah ini sebagai berikut :
Bahwa perkara bid’ah itu pastilah berkenaan dengan hal-hal yang besar (kullu dholalatin fin-nar) , perbuatan tersebut sudah pasti ketentuannya dalam syari'at dengan sanksi neraka.
Yang termasuk hal-hal yang besar itu seperti :
Menajiskan (mengkafirkan) orang diluar kelompoknya,
Menyatakan ada nabi sesudah Muhammad s.a.w,
Tidak lagi menggunakan hadits sebagai sumber hukum (ingkarissunnah
Menambah atau mengurangi cara ibadah yang telah dietapkan oleh Allah dan Rasulullah, seperti; shalat subuh dibikin 5 raka’at, puasa Ramadhan 40 hari, shalat Jum’at diadakan pada hari Minggu dsb.
Maka perbuatan yang demikian ini disebut bid’ah yang hukumannya adalah neraka.
Bahwa yang menyangkut amalan-amalan yang bersifat fadhilah bukanlah bid’ah
Seperti apa yang dilakukan oleh Umar bin Khattab tentang jumlah raka’at shalat tarawih dari sebelas rakaat menjadi 23 raka’at. Umar melakukan shalat tarawih berjama'ah, padahal nabi melakukan secara munfarid. Tidaklah mungkin Umar bin Khattab mau melakukan hal tersebut jika perkara tersebut termasuk bid’ah, padahal dia salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, dan mustahil pula Umar tidak mengerti dengan perkara bid’ah. Lagi pula tidak ada seorang sahabat pun yang menyatakan amalan Umar itu bid’ah.
Atau juga seperti Ibnu Immi Maktum yang menambah azan subuh dengan lafazh “Ash-sholaatukh
Atau juga mengadakan majlis-majlis dzikir. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah menceritakan tentang keridhaan Allah terhadap majlis seperti itu.
Majlis dzikir itu dapat bermakna tempat kumpulan orang berzikir dengan menyebut lafazh-lafazh zhikir, kumpulan orang sholat, atau wirid-wirid menegakkan Al-Qur’an dan Sunnah.
Jika ada orang Yasinan , itu bukanlah bid’ah sayyiah, akan tetapi suatu majlis dzikir. Begitu pula dengan mengadakan acara Maulid Nabi, itu adalah majlis dzikir.
Atau ada orang baca “Usholli” sewaktu mau sholat, itu bukan bid’ah, karena bacaan tersebut tidak dibacanya dalam shalat, tapi diluar shalat. Sebab sholat itu dimulai dari takbir diakhiri dengan taslim. Jika usholli itu dibacanya antara takbir dengan taslim, maka itu bid’ah.
Jadi apa yang dilakukan oleh Umar bin Khattab sampai kepada persoalan Yasinan bukanlah termasuk bid’ah , tetapi mencontoh kepada yang sudah ada, tanpa merobah ajaran dasar Rasulullah itu sendiri.
Hanya saja terkadang amalan-amalan tersebut ada yang berlebih-lebiha
TUDUHAN YANG BERBAHAYA
Ada sebagian umat Islam secara gampang menuduh bid'ah amalan orang lain, seperti "yasinan adalah bid'ah" sehingga terjadi tafarruq (Perpecahan). Pada persoalan ini akan melahirkan dua gelar ahli bid'ah ,yaitu ; Doktorhandus Bid'ah dan Profesor Bid'ah.
Orang yang yasinan bersetatus sebagai Doktorandus Bid'ah, sedangkan orang yang menuduh dan terjadi perpecahan, bersetatus sebagai Profesor Bid'ah. Kareana tingkat pelanggarannya berbeda. Doktorandus Bid'ah melanggar hadits, sedangkan Profesor Bid'ah melanggar Al-Qur'an.
KESIMPULAN :
1. Makna bid'ah itu adalah mengadakan perkara baru dalam hal aqidah dan ibadah yang belum ada contohnya dari Rasulullah SAW, seperti meyakini ada nabi sesudah Nabi SAW, dan atau merubah apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah, seperti ; sholat subuh dibuat 5 roka'at.
2. Adapun berkaitan dengan yasinan, maulid nabi, dan serupa dengan itu, tidaklah bid'ah karena itu hanya metode, wadah atau majlis zikir saja, sejauh mereka tidak merubah ayat-ayat Al-Qur'an dan tidak bermaksiat kepada Allah swt.
3. Tuduhan bid'ah terhadap amalan yang dilakukan dari hasil ijtihad dan mereka yang mengamalkannya bukan karena ingin bermaksiat kepada Allah, maka tuduhan tersebut sebagai fitnah agama. Secara tidak langsung si Penuduh telah menetapkan status pada yang dituduhnya sebagai "Ahli Neraka", karena kullu bid'atin fin nar. Kalau Si Tertuduh sudah bersetatus ahli neraka berarti mereka dianggap golongan kafir, karena orang kafir pasti masuk neraka.
4. Tuduhan bid'ah terhadap amalan yang belum pasti bid'ahnya merupakan dosa besar karena menimbulkan perpecahan
yang dilarang oleh Allah swt.,
DAN JANGAN MUDAH MENUDUH SESEORANG DG KATA BID'AH
Imam Syafi’i rahimahullah,seorang ‘ulama besar pendiri
madzhab syaafi’iyyah,mendefinisikan, bid’ah sbb,
ما أحدث يخالف كتابا أو سنة اأو أثرا أو اجماعا, فهذه البدعة الضلالة. وما أحدث من الخير, لا خلاف فيه لواحد من هذه الأصول, فهذه محدثة غير مذمومة.
''Bid’ah adalah apa-apa yang diadakan yang menyelisihi kitab Allah dan sunah-NYA, atsar, atau ijma’ maka inilah bid’ah yang sesat. Adapun perkara baik yang diadakan, yang tidak menyelisihi salah satu pun prinsip-prinsip ini maka tidaklah termasuk perkara baru yang tercela.”
Imam Ibnu Rojab rahimahullah dalam kitabnya yang
berjudul “ Jami’ul Ulum wal Hikam “ mengatakan bahwa bid’ah adalah,
ما أُحْدِثَ ممَّا لا أصل له في الشريعة يدلُّ عليه ، فأمَّا ما كان له أصلٌ مِنَ الشَّرع يدلُّ عليه ، فليس ببدعةٍ شرعاً ، وإنْ كان بدعةً لغةً ،
“ Bid’ah adalah apa saja yang dibuat tanpa landasan syari’at. Jika punya landasan hukum dalam syari’at, maka bukan bid’ah secara syari’at, walaupun termasuk bid’ah dalam tinjauan bahasa.”
Berikut mengenai prinsip menghukumi Bid’ah dalam persoalan Khilafiyah umat Islam, yg meng-
Korbankan persatuan umat demi fanatisme furuiyah (cabang) adalah kebodohan atas agamanya. Kaidah ushul fikih: laa inkara fil mukhtalaf fiihi (tidak boleh ada pengingkaran dalam khilafiyah).
Kaidah berikutnya: tidak ada paling benar dalam masalah khilafiyah furuiyah. Kaidah berikutnya: tidak ada bid’ah dalam khilafiyah furuiyah. Menghakimi bid’ah terhadap khilafiyah furuiyah adalah kesalahan.
Bukan ikut sunnah jika yang hukumnya sunnah diwajibkan. Biarkan yang hukumnya sunnah tetap sunnah jangan diwajibkan.
Bid’ah terjadi hanya dalam wilayah ushul (pokok) bukan wilayah khilafiyah. Seperti shalat subuh empat rakaat. Ini bid’ah. Baca qunut bukan bid’ah.
Cinta Nabi ushul. Maulidan adalah khilafiyah furuiyah. Maka yang salah yang tidak cinta Nabi dan yang menyerang khilafiyah.
Membaca lailaha illallah: ushul. Tahlilan: khilafiyah furuiyah. Yang salah yang tidak ucapkan lailaaha illalah dan yang serang khilafiyah.
Tidak ikut sunnah yang serang khilafiyah. Sebab Nabi biarkan sahabatnya berbeda pendapat dalam hal furuiyah.
Tidak ikut sunnah yang hanya ikut amalan nabi sekitar ritual saja. Sebab sunnah Nabi juga mengurus pasar, ekonomi dan negara.
Bukan seorang fakih, yang keluarkan hukum sesuatu adalah haram dan bid’ah dengan alasan Nabi tidak pernah kerjakan.
Khilafiyah terjadi karena tidak ada dalil khusus. Ini tugas fikh. Yang bukan fakih jangan ikut-ikutan. Biar tidak rancu.
Kekacauan terjadi karena adanya orang-orang yang bukan fakih (ahli fikih) ikut-ikutan ngurus fikih lalu merasa dirinya berhak tandingi Imam Syafii dan imam-imam lainnya.
Khilafiyah itu sudah dibahas oleh ulama. Masing-masing punya dalil. Kita tinggal ikut saja. Bukan menghakimi yang lain.
Memilih pemimpin: ushul. Gunakan demokrasi: furu’. Maka salah yang tidak mau pilih pemimpin karena alasan furu’.
Salah yang mengatakan: dari pada pilih pemimpin muslim yang korup mending pilih pemimpin kafir yang tidak korup.
Seharusnya mengatakan: ayo pilih pemimpin muslim yang bersih dari pada pemimpin kafir yang tidak bersih.Sungguh masih banyak muslim yang bersih.
Dzalim terhadap Nabi dan Islam yang sempitkan sunnah hanya sekitar ritual. Sementara mengurus negara tidak dianggap sunnah.
Sebaiknya jangan mengaku muslim jika serang Islam dan umat Islam. Apalagi bela kebatilan dan kesesatan.
Yang membuat umat Islam Indonesia tidak berdaya adalah munculnya orang-orang mengaku muslim tapi serang umat Islam dan bela kebatilan.
Sedangkan Sunnah Nabi Saw
itu ada tiga: 1. Sunnah Fi`liyah (perbuatan, yang dilakukan, dicontohkan), 2.
Sunnah Qouliyah (perkataan, disabdakan, anjuran, perintah), dan 3. Sunnah
Taqririyah (disetujui, tidak dilarang).
Wallahu a’lam
MOHON MAAF JIKA ADA KESALAHAN DALAM PENGARTIAN
DALAM PENULISAN
DALAM FATWA2 SHAHIH ATAU DHAIF NYA APA YG SAYA
TULISAKAN SAYA PUN TIDAK LEPAS DARI KESALAHAN KEKHILAFAN KELEMAHAN DALAM SEGI
APAPUN ,CUMA HANYA INGIN BERBAGI
Benar datang nya dari allah swt ‘dan salah datangnya dari saya sendiri,
رنوا المضي الكندي وابين راصيد سليمن
RANO AL-MADY AL-KUNDI
37 masalah populer
Drs.hamzah johan al-batahany
Dr. Amir Faishol Fath, MA
Komentar
Posting Komentar