JANGAN BER-OLOK-OLOK' ATAU BERCANDA MENGGUNAKAN AGAMA ATAU MEMBANTAH KEBENARAN AGAMA DENGAN OLOK-OLOK

Sering kita dengar orang ber'olok-olok' dg agama/ dg hukum2 agama, suruhan atau larangan yg ada dalam al-qur'an dan hadits, atau menyalahkan kan nya, atau membantahnya, dari kebenarannya walaupun bersipat sengaja atau tidak sengaja, maka di larang keras mempermainkan /memper'olok2kan dg agama tersebut
MISALNYA...ada hadits berbunyi demikian lalu di jawab ooo itu zaman nabi bukan untuk kita sekarang,jadi mau di kemanakannya al-qur'an itu, serta hadist2 yg di jaga sampai sekarang, padahal belum ada nad gugurnya hadist tersebut itu, dimana saat nabi saw menyuruh/merintahkan, dan dimana kemudian nabi saw melarang nya kembali,dan ada nya seseorang berbicara tentang alam akhirat atau alam kubur, lalu seseorang yg mendengar nya menyahut menyangkal memang kamu udah pernah mati ,udah dari sono ya, kamu tahu hal demikian, dia membantah pembicaraan seseorang padahal dia ber'olok maka tidak boleh, atau misal nya dia makan babi sedikit saja dia bilang sekedar menghormati teman non muslim saya saja maka dia telah memper'olok2kan hukum allah ,atau dia merubah-rubah bacaan bacaan alqur'an dsb misal bismillah dia rubah 'basmileh atau merubah arti misalnya allahumma salli ala muhammad,hidup susah karna kurang cermat dan misal allahu akbar menghadap kebarat seluar/celana tesak/robek kelihatan jalat/pantat , jelas dia telah olok-olok kan arti sebuah ayat atau shalawat,tersebut
Apapun bentuk dan jenis agama jangn di olok-olok kan agama dan hukum-hukumnya adalah kebenaran bagi umat islam bagi yg melakukan bersegeralah bertobat.
MARI KITA BAHAS.....
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitabNya:
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُم بَمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِءُوا إِنَّ اللهَ مُخْرِجُ مَاتَحْذَرُونَ
''yahtsaru almunaafiquuna an tunazzala ‘alayhim suuratun tunabbi-uhum bimaa fii quluubihim quli istahzi-uu inna allaaha mukhrijun maa tahtsaruuna,,
Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan RasulNya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti. [at-Taubah/9 : 64].
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya, kamu selalu berolok-olok?”. [at Taubah/9 : 65].
لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ
طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
''laa ta’tadziruu qad kafartum ba’da iimaanikum in na’fu ‘an thaa-ifatin minkum nu’adzdzib thaa-ifatan bi-annahum kaanuu mujrimiina,,
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. [at- Taubah/9 : 66].
Ayat ini menjelaskan sikap orang-orang munafik terhadap Allah, RasulNya dan kaum mukminin. Kebencian yang selama ini mereka pendam, terlahir dalam bentuk ejekan dan olok-olokan terhadap Allah dan RasulNya. Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Katsir mencantumkan sebuah riwayat dari Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi dan lainnya yang menjelaskan kepada kita bentuk pelecehan dan olokan mereka terhadap Allah, RasulNya dan ayat-ayatNya.
Ia berkata: Seorang lelaki munafik mengatakan: “Menurutku, para qari (pembaca) kita ini hanyalah orang-orang yang paling rakus makannya, paling dusta perkataannya dan paling penakut di medan perang.”
Sampailah berita tersebut kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu orang munafik itu menemui Beliau, sedangkan Beliau sudah berada di atas ontanya bersiap-siap hendak berangkat. Ia berkata: “Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.”
Maka turunlah firman Allah.
أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
“Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” sesungguhnya kedua kakinya tersandung-sandung batu, sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menoleh kepadanya, dan ia bergantung di tali pelana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[1]
Ayat ini menjelaskan hukum memperolok-olok Allah, RasulNya, ayat-ayatNya, agamaNya dan syiar-syiar agama, yaitu hukumnya kafir. Barangsiapa memperolok-olok RasulNya, berarti ia telah memperolok-olok Allah. Barangsiapa memperolok-olok ayat-ayatNya, berarti ia telah memperolok-olok RasulNya. Barangsiapa memperolok-olok salah satu daripadanya, berarti ia memperolok-olok seluruhnya. Perbuatan yang dilakukan oleh kaum munafikin itu adalah memperolok-olok Rasul dan sahabat Beliau, lalu turunlah ayat ini sebagai jawabannya.
Sikap memperolok-olok syi’ar agama bertentangan dengan keimanan. Dua sikap ini, dalam diri seseorang, tidak akan bisa bertemu. Oleh karena itu, Allah menyebutkan bahwa pengagungan terhadap syiar-syiar agama berasal dari ketaqwaan hati. Allah berfirman.
ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
32. dzaalika waman yu’azhzhim sya’aa-ira allaahi fa-innahaa min taqwaa alquluubi,,
Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati. [Al Hajj/22 : 32,,
Bearti orang meng olok-olok kebenaran dari yg di sampai kan allah dan rosul nya bearti bagian dari kesesatan dan kekafirannya,
Dan orang orang meng agungkan membenarkan segala yg datang dan disampaikan allah dan rosulnya adalah bagian dari ketaqwann dan keimanan hati nya,,
MAKNA ISTIHZA’
(1).Istihza’, secara bahasa artinya sukhriyah, yaitu melecehkan,
[2]. Ar Raghib Al Ashfahani berkata,”Al huzu’, adalah senda-gurau tersembunyi. Kadang-kala disebut juga senda-gurau atau kelakar.”
[3].Al Baidhawi berkata,”Al Istihza’, artinya adalah pelecehan dan penghinaan. Dapat dikatakan haza’tu atau istahza’tu. Kedua kata itu sama artinya. Seperti kata ajabtu dan istajabtu.”
[4].Dari penjelasan di atas, dapat kita ketahui makna istihzaa’. Yaitu pelecehan dan penghinaan dalam bentuk olok-olokan dan kelakar.
ISTIHZA’, DAHULU DAN SEKARANG
Perbuatan mengolok-olok agama dan syi’ar-syi’ar agama ini, bukan hanya muncul pada masa sekarang; namun akarnya sudah ada sejak dahulu. Banyak sekali bentuk-bentuk istihzaa’ yang dilakukan oleh orang-orang dahulu maupun sekarang. Diantaranya:
-Dalam bentuk pelesetan-pelesetan yang menghina agama.
Bisa dikatakan, Yahudilah yang menjadi pelopor dalam membuat pelesetan-pelesetan yang isinya menghina Allah, RasulNya dan Islam. Sikap mereka ini telah disebutkan oleh Allah dalam firmanNya.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انظُرْنَا وَاسْمَعُوا
وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa taquuluu raa’inaa waquuluu unzhurnaa waisma’uu walilkaafiriina ‘adzaabun aliimun
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (Muhammad): “Raa’ina”, tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih. [al-Baqarah/2:104].
Raa’ina, artinya sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Dikala para sahabat menggunakan kata-kata ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang Yahudipun memakainya pula, akan tetapi mereka pelesetkan. Mereka katakan ru’unah, artinya ketololan yang amat sangat. Ini sebagai ejekan terhadap Rasulullah. Oleh karena itulah, Allah menyuruh para sahabat agar menukar perkataan raa’ina dengan unzhurna, yang juga sama artinya dengan raa’ina.
Yahudi juga memelesetkan ucapan salam menjadi as saamu ‘alaikum, yang artinya (semoga kematianlah atas kamu). Mereka tujukan ucapan itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebelumnya, hal sama sebenarnya telah mereka lakukan terhadap Nabi Musa Alaihissallam. Allah menceritakannya dalam KitabNya.
وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوامِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَّغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ . فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلاً غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِّنَ السَّمَآءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
58. wa-idz qulnaa udkhuluu haadzihi alqaryata fakuluu minhaa haytsu syi/tum raghadan waudkhuluu albaaba sujjadan waquuluu hiththhatun naghfir lakum khathaayaakum wasanaziidu almuhsiniina
59. fabaddala alladziina zhalamuu qawlan ghayra alladzii qiila lahum fa-anzalnaa ‘alaa alladziina zhalamuu rijzan mina alssamaa-i bimaa kaanuu yafsuquuna
Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: “Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya dengan bersujud, dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa”, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik. Lalu orang-orang yang mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zhalim itu siksaan dari langit, karena mereka berbuat fasik. [al-Baqarah/2:58-59].
Mereka disuruh mengucapkan hiththah, yang artinya bebaskanlah kami dari dosa. Namun mereka pelesetkan menjadi hinthah, yang artinya beri kami gandum.
Memang, urusan peleset-memelesetan ini orang Yahudi merupakan biangnya. Celakanya, sikap seperti inilah yang ditiru oleh sebagian orang jahil. Mereka menjadikan agama sebagai bahan pelesetan. Seperti yang banyak orang sekarang yang memelesetkan ayat-ayat Allah dan syi’ar-syi’ar agama.
apa lagi apabila seseorang kalah beragumen dalam sebuah perdebat dan sbb mereka memelesetakan hukum dg memebenarkan apa-apa yg hati mereka katakan padahala apa yg mereka kata jelas-jelas sudah melest dari hukum-hukum islam,,
Hendak lah kita menghindari dari hal-hal demikian karna kita ketahui, bahwa perbuatan seperti itu merupakan perbuatan Yahudi.
JENIS ISTIHZA’
Istihza’ ada dua jenis. Pertama. Istihzaa’ sharih. Seperti yang disebutkan
di atas. Yaitu perkataan orang-orang munafik terhadap sahabat-sahabat Nabi. Kedua. Istihza’ ghairu sharih. Jenis ini sangat luas dan banyak sekali cabangnya. Diantaranya adalah ejekan dan sindiran dalam bentuk isyarat tubuh. Misalnya, seperti menjulurkan lidah,
mencibirkan bibir, menggerakkan tangan atau anggota tubuh lainnya
mencibirkan bibir, menggerakkan tangan atau anggota tubuh lainnya.
HUKUM ISTIHZA’
Istihzaa’ termasuk salah satu dari pembatal-pembatal keislaman. Dalam ta’liq (syarah) terhadap kitab Aqidah Ath Thahawiyah, Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “Pembatal-pembatal keislaman sangat banyak. Diantaranya adalah juhud (pengingkaran), syirik dan memperolok-olok agama atau sebagian dari syi’ar agama –meskpin ia tidak mengingkarinya-.
walaupun ia percaya dg kebenaran tapi dia permainkan dia jadikan olok2 ejekan, atau remehkan maka ia telah masuk kedalam hukum istihza' tadi
(1).Penyebab Pembatal-pembatal keislaman sangatlah banyak. Para ulama dan ahli fiqh telah menyebutkannya dalam bab-bab riddah (kemurtadtan). Diantaranya juga adalah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.” Ketika mengomentari surat At Taubah ayat 64-66 di atas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Ayat ini merupakan nash bahwasanya memperolok-olok Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya hukumnya kafir.”
[5].Al Fakhrur Razi dalam tafsirnya mengatakan: “Sesungguhnya, memperolok-olok agama,serta kebenarannya bagaimanapun bentuknya, hukumnya kafir. Karena olok-olokan itu menunjukkan penghinaan; sementara keimanan dibangun atas pondasi pengagungan terhadap Allah, (dan membenarkan apa yg di benarkan oleh allah dan rosulnya) dengan sebenar-benar pengagungan. Dan mustahil keduanya bisa berkumpul.”
Ibnul Arabi menjelaskan ayat tersebut sebagai berikut: “Apa yang dikatakan oleh orang-orang munafik tersebut tidak terlepas dari dua kemungkinan, sungguh-sungguh atau cuma berkelakar saja. Dan apapun kemungkinannya, konsekuensi hukumnya hanya satu, yaitu kufur. Karena berkelakar dengan kata-kata kufur adalah kekufuran. Tidak ada perselisihan diantara umat dalam masalah ini. Karena kesungguhan itu identik dengan ilmu dan kebenaran. Sedangkan senda gurau itu identik dengan kejahilan dan kebatilan.”
Ibnul Jauzi berkata: “Ini menunjukkan bahwa sungguh-sungguh atau bermain-main dalam mengungkapkan kalimat kekufuran hukumnya adalah sama.”
Al Alusi menambahkan perkataan Ibnul Jauzi di atas sebagai berikut: “Tidak ada perselisihan diantara para ulama dalam masalah ini.” Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan dalam tafsirnya: “Sesungguhnya, memperolok-olok Allah dan RasulNya hukumnya kafir,
Dan dapat mengeluarkan pelakunya dari agama. Karena dasar agama ini dibangun di atas sikap ta’zhim (pengagungan) terhadap Allah dan pengagungan terhadap agama dan rasul-rasulNya. Dan memperolok-olok sesuatu daripadanya, (berarti) menafikan dasar tersebut dan sangat bertentangan dengannya.”
Ditambahkan lagi, istihza’ pada hakikatnya bertentangan dengan keimanan. Karena hakikat keimanan adalah pembenaran terhadap Allah k dan tunduk serta patuh kepadaNya. Orang yang memperolok-olok Allah, sesungguhnya ia menolak tunduk kepadaNya, karena ketundukan itu merupakan komposisi dari pengangungan dan memuliakan.
Sementara itu olok-olokan adalah penghinaan dan pelecehan. Kedua perkara tersebut sangat berlawanan dan saling bertolak belakang. Apabila salah satu ada dalam hati seseorang, maka yang lain akan hilang. Dapatlah diketahui, bahwa istihza’, penghinaan dan pelecehan terhadap Allah, RasulNya dan ayat-ayatNya menafikan keimanan. Ibnu Hazm mengatakan: “Nash yang shahih telah menyatakan, bahwa siapa saja yang memperolok-olok Allah setelah sampai kepadanya hujjah, maka ia telah kafir.”
Al Qadhi Iyadh berkata: “Barangsiapa mengucapkan perkataan keji dan kata-kata yang berisi penghinaan terhadap keagungan Allah dan kemuliaanNya, atau melecehkan sebagian dari perkara-perkara yang diagungkan oleh Allah, atau memelesetkan kata-kata untuk makhluk yang sebenarnya hanya layak ditujukan untuk Allah tanpa bermaksud kufur dan melecehkan, atau tanpa sengaja melakukan ilhad (penyimpangan); jika hal itu berulang kali dilakukannya, lantas ia dikenal dengan perbuatan itu sehingga menunjukkan sikapnya yang mempermainkan agama, pelecehannya terhadap kehormatan Allah dan kejahilannya terhadap keagungan dan kebesaranNya, maka tanpa ada keraguan lagi, hukumnya adalah kafir...”
An Nawawi menyebutkan dalam kitab Raudhatuth Thalibin: “Seandainya ia mengatakan -dalam keadaan ia minum khamar atau melakukan zina- dengan menyebut nama Allah! Maksudnya adalah melecehkan asma Allah, maka hukumnya kafir.”
Ibnu Qudamah mengatakan: “Barangsiapa mencaci Allah, maka hukumnya kafir, sama halnya ia bercanda atau sungguh-sungguh. Demikian pula, siapa saja yang memperolok-olok Allah atau ayat-ayatNya atau rasul-rasulNya atau kitabNya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ . لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
65,.wala-in sa-altahum layaquulunna innamaa kunnaa nakhuudhu wanal’abu qul abiallaahi waaayaatihi warasuulihi kuntum tastahzi-uuna
66. laa ta’tadziruu qad kafartum ba’da iimaanikum in na’fu ‘an thaa-ifatin minkum nu’adzdzib thaa-ifatan bi-annahum kaanuu mujrimiina
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. [at-Taubah/9 : 65-66].”
Ibnu Nujaim mengatakan: “Hukumnya kafir, apabila ia mensifatkan Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagiNya atau
memperolok-olok salah satu dari asma Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Dari penjelasan para ulama di atas dapat disimpulkan, bahwa istihzaa’ bid din termasuk dosa besar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama. Oleh karena itu,
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memasukkan perkara ini sebagai salah satu pembatal keislaman. SIKAP ISLAM TERHADAP PELAKU ISTIHZA’ Allah Azza wa Jalla berfirman dalam kitab-Nya:
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَاتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
140. waqad nazzala ‘alaykum fii alkitaabi an idzaa sami’tum aayaati allaahi yukfaru bihaa wayustahzau bihaa falaa taq’uduu ma’ahum hattaa yakhuudhuu fii hadiitsin ghayrihi innakum idzan mitsluhum inna allaaha jaami’u almunaafiqiina waalkaafiriina fii jahannama jamii’aan
Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam. [an-Nisa’/4:140].
Berkaitan dengan ayat ini, Syaikh Abdurrahman As Sa’di mengatakan dalam tafsirnya
“Yakni Allah telah menjelaskan kepada kamu dari apa yang telah Allah turunkan kepadamu- hukum syar’i berkaitan dengan menghadiri majelis-majelis kufur dan maksiat. Allah mengatakan “bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan” yaitu dilecehkan, maka sesungguhnya kewajiban atas setiap mukallaf (orang yang sudah baligh dan berakal sehat) apabila mendengar ayat-ayat Allah adalah mengimaninya, mengagungkan dan memuliakannya.
Itulah maksud diturunkannya ayat-ayat Allah. Dialah Allah yang karenanya telah menciptakan makhluk. Lawan dari iman adalah mengkufurinya, dan lawan dari pengagungan adalah melecehkan dan merendahkannya. Termasuk di dalamnya adalah perdebatan orang-orang kafir dan munafik untuk membatalkan ayat-ayat Allah dan mendukung kekafiran mereka.
maka jika ada manusia meng'olok-olok isi alqur'an, hadits nabi yg shahih, ulama' guru, ustadz yg menyampaikan kebenaran dari allah dan rosul nya mereka menyebarkan hukum2 allah demi kebaikan umat ,agama lalu mereka tidak mempercayai nya, di tambah menegejek-ngejek mempleset-leset kebenaran dg sangkalan-sangkalan bual-bualan atau mengalih-alihkan makna nya tujuannya
dan memperdebat yg sudah di katakan kebenaran sesuai dasar sanad nya dari alqur'an hadits serta kesepakat para ulama, lalu mereka mengurang-ngurangi kebenaran, atau atau mengalihkan kekeadaan yg demi hati dan kemenangan mereka dg guyonan-guyonan mereka walaupun sekedar canda gurau
maka telah di sepakati para ulama'sesuai dg dalil-dalil di atas meneyebabkan kekafiran dan jelas kafir jika tak bertobat
رنوا المضي الكندي
RANO AL-MADY AL KUNDI
Ustadz Abu Ihsan Al Atsary
Komentar
Posting Komentar